Puasa Bulan Ramadan bagi Ibu Menyusui: Ya atau Tidak?

(Ramadan for Breastfeeding Mothers: to fast or not to fast? – in Indonesian)

Alhamdulillah, senangnya menyambut Ramadan.

Bulan suci umat Islam yang penuh rahmat dan berkah, bulan saat Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada Nabi Muhammad SAW. Umat muslim di seluruh dunia bergembira dan semangat, karena pada bulan ini pahala untuk segala bentuk ibadah (termasuk puasa Ramadan) dilipatgandakan. Bagi Ibu menyusui, mungkin kadang terpikir: berpuasa atau tidak ya Ramadan ini? Jika iya, amankah untuk ibu dan bayi jika berpuasa sambil menyusui?

Panduan Menyusui

Allah menyampaikan perihal menyusui di dalam ayat Al-Qur’an, bahwa Allah menciptakan menyusui sebagai cara memberi nutrisi pada bayi dan ASI adalah hak yang Allah berikan untuk bayi. Beberapa contoh ayat tentang menyusui disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 2:2331 dan Surat Luqman 31:142. Di dalamnya, menyusui dianjurkan hingga 2 tahun bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Panduan dari WHO pun sejalan dengan ini, yaitu rekomendasi untuk menyusui hingga 2 tahun atau lebih (bagi yang ingin melanjutkan penyusuan); dengan panduan menyusui ASI secara eksklusif pada 6 bulan pertama untuk tumbuh kembang bayi optimal, lalu menyusui dilanjutkan bersama perkenalan makanan pendamping yang bernutrisi.

Berpuasa dan Menyusui

Penting untuk Ibu ketahui bahwa tipe puasa intermiten saat Ramadan tidak mempengaruhi kandungan nutrisi di dalam ASI. Berbagai hasil penelitian melaporkan bahwa berpuasa tidak mengubah kandungan nutrisi mayor (karbohidrat, protein, dan lemak) di dalam ASI4,5. Kandungan nutrisi minor (Magnesium, Zinc, Natrium, Kalium, Fosfat) mengalami perubahan yang signifikan5,7, namun hal ini hanya sementara dan tidak mempengaruhi pertumbuhan jangka pendek3,5,6 pada bayi. Tubuh ibu akan beradaptasi dengan perubahan pola/asupan makan4,9,10 dan akan memakai kalori yang telah tersimpan di dalam tubuh ibu untuk memproduksi ASI secara optimal.  

Jika ibu menyusui ingin berpuasa saat Ramadan, tentunya bisa saja, selama tidak ada dampak negatif terhadap kesehatan ibu dan bayi. Ibu dapat mempertimbangkan situasi personal dirinya dan bayi sebelum memutuskan berpuasa atau tidak8, karena status kesehatan setiap ibu dan bayi berbeda. Jika ibu merasa sanggup, yakin akan kesehatan ibu dan bayi selama berpuasa, ibu dapat memutuskan untuk berpuasa. Namun jika ibu kuatir akan dampak berpuasa pada kesehatan Ibu atau bayi, ibu dapat memilih tidak berpuasa. Ibu menyusui bisa dikategorikan “sakit” jika kondisi kesehatan ibu tidak memungkinkannya untuk berpuasa dan/atau mempengaruhi kondisi bayi.

Dengan rahmat dan cinta Allah, Allah memberikan kemudahan terkait puasa Ramadan bagi ibu menyusui. Dalam QS Al-Baqarah 2: 184:

“Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”

Seiring Pertumbuhan Bayi

Sebagai panduan umum, ibu perlu memulihkan kondisi kesehatan di minggu-minggu pertama pasca melahirkan dan tidak berpuasa hingga darah nifas berhenti. Pada 6 bulan pertama pertumbuhan di saat ASI sebagai sumber nutrisi eksklusif bagi bayi, banyak ibu mengalami kesulitan saat mencoba melanjutkan berpuasa karena seringkali ibu membutuhkan asupan energi untuk pemulihan dan nutrisi tubuh ibu, serta memberikan nutrisi untuk bayi di saat yang bersamaan. Pengaruh perubahan hormon saat menyusui dapat meningkatkan rasa haus, dan banyak ibu merasakan rasa haus yang meningkat saat menyusui bayinya pada periode ini.

Saat bayi berusia antara 6 hingga 12 bulan, WHO merekomendasikan ASI tetap sebagai sumber nutrisi utama bayi. Ini berarti tetap sering menyusui, tidak mengurangi frekuensi menyusui saat ibu mulai memperkenalkan makanan pendamping. Susuilah bayi terlebih dahulu sebelum menawarkan makanan pendamping, karena makanan pendamping tidak bertujuan menggantikan ASI yang lebih padat nutrisi/berkandungan lebih baik dibandingkan sayur rebus, buah, daging cincang, atau nasi tim. Saat ibu selalu memenuhi kebutuhan nutrisi bayi mengikuti panduan WHO (sesuai usia) tersebut di atas, adalah cukup wajar jika beberapa ibu mempertimbangkan dan/atau memutuskan untuk belum berpuasa dahulu pada periode ini, tergantung situasi masing-masing.

Beberapa bayi terkadang mungkin memilih makan lebih sering saat mencapai usia 12 bulan, dan ibu bisa menjadikan hal ini sebagai pertimbangan. Bayi usia ini juga seringkali bergerak lebih aktif, terkadang (tidak selalu) menyusu lebih jarang di siang hari dan memilih untuk menyusu lebih sering di malam hari saat lingkungan dirasa lebih tenang. Jika Ibu merasa sanggup, ibu dapat mencoba berpuasa dan menyesuaikan dengan perkembangan hari per hari. Jika berjalan lancar, maka alhamdulillah, puasa hari itu dapat dilanjutkan.

Terkadang, mungkin ada masa dimana bayi minta menyusu lebih sering di siang hari, atau ibu mengalami pusing/sakit/nyeri kepala/perubahan kesadaran di tengah berpuasa. Jika hal ini terjadi, maka sangat dianjurkan Ibu segera berbuka puasa. Allah Maha Tahu niat kita dan Allah Tahu kita mencoba. Pulihkanlah kondisi ibu dan pertimbangkan kembali kesehatan ibu (dan bayi) sebelum memutuskan mencoba berpuasa lagi. Tidak apa menimbang dan menjalani hari ke hari. Mungkin ibu bisa mencoba puasa 1 hari/tidak berpuasa 2 hari secara reguler, atau memilih berpuasa 2-3 hari per minggu, atau pola ini bisa berubah sesuai situasi ibu dan bayi dari hari ke hari. Jika ibu punya kondisi medis atau perlu obat secara rutin di siang hari, dianjurkan berkonsultasi dengan dokter dan pertimbangkan saran tersebut sebelum mengambil keputusan tentang berpuasa. Apapun keputusan ibu, penting bagi Ibu untuk segera merespon dan menyusui saat bayi menunjukkan tanda awal ingin menyusui, kapanpun itu, baik di siang atau malam hari.

Panduan Jika Ibu Memutuskan Berpuasa sambil Menyusui

Beberapa hal yang bisa Ibu coba lakukan untuk membantu menjaga kondisi jika ibu menyusui memutuskan untuk berpuasa:

1. Tetap terhidrasi:

Jaga konsumsi cairan setiap hari, minum air sedikit2 tapi sering diantara masa berbuka dan sahur. Minum air terlalu banyak sekaligus saat sahur justru membuat kandung kemih segera penuh dan memicu BAK dalam jumlah banyak sebelum puasa mulai – sehingga ibu bisa merasa lebih haus setelahnya11. Sebisa mungkin, hindari minuman berkafein (kopi, teh, soda, coklat) karena dapat meningkatkan rasa haus.

2. Jaga makan dan asupan nutrisi:

Penting untuk TIDAK melewatkan sahur dan berbuka! Sebisanya kurangi konsumsi garam, karena dapat membuat kita terdehidrasi. Meal plan (perencanaan makanan)per minggu bisa membantu ibu merencanakan menu padat nutrisi. Untuk sahur: menu karbohidrat kompleks (whole grain, nasi merah, granola, quinoa) dapat membantu membuat Ibu merasa kenyang lebih lama dibandingkan karbohidrat sederhana (nasi putih, pasta, atau roti tawar). Sertakan juga protein, sayur dan buah, serta lemak baik (ikan, alpukat, kacang, telur) dalam menu. Segerakanlah berbuka, dengan makanan padat nutrisi dan tinggi kandungan air untuk memulihkan tenaga. Contoh menu kreatif seperti: smoothies kurma dan susu, green smoothies (campuran sayur hijau dengan pisang atau alpukat), atau sup kaldu dengan kacang-kacangan. Ibu bisa memasak dalam jumlah besar dan dibekukan dalam porsi-porsi kecil sesuai kebutuhan untuk menghemat waktu. Sebisa mungkin konsumsi snack bernutrisi diantara waktu berbuka dan sahur, contohnya kacang-kacangan, kurma, granola, buah (dengan selai kacang bisa untuk extra nutrisi). Terkadang gorengan atau jajanan manis sulit dihindari, maka pilihlah untuk makan makanan bernutrisi dahulu sebelum menikmati jajanan tersebut.

3. Hindari kegiatan yang terlalu berat, jangan terlalu lelah:

Rencanakan aktivitas harian, take it easy dan hindari paparan panas berlebih. Pilih kegiatan tenang yang bisa dilakukan indoor. Bagi Ibu Rumah Tangga (stay-at-home-mums), sempatkan beristirahat diantara berbenah dan mari turunkan ekspektasi, tidak semua harus segera Ibu kerjakan sendiri. Libatkanlah suami, keluarga, dan support di sekitar ibu untuk berkontribusi dan membantu melakukan hal-hal yang perlu dikerjakan. Ibu juga perlu beristirahat karena badan ibu juga sedang memberikan nutrisi untuk bayi. Ramadan adalah saat yang istimewa, energi yang pulih setelah ibu beristirahat bisa ibu gunakan untuk beribadah.

4. Saat menyusui:

Terkadang, “stress” fisik yang dialami tubuh ibu saat ibu berpuasa bisa mempengaruhi LDR (let-down-reflex/ reflex di tubuh ibu yang membantu ASI mengalir keluar dari payudara Ibu): LDR terkadang mengalir sedikit lebih lambat dan terkadang bayi sedikit lebih rewel. Hal ini hanya sementara dan ibu bisa lakukan beberapa cara untuk membantu aliran ASI. Payudara Ibu adalah kelenjar (berisi air susu) dan cara kerja biologisnya serupa dengan kelenjar air liur. Pada saat kita merasa stress/lelah/takut/sakit, mulut kita terasa “lebih kering”, tapi air liur tidak pernah habis. Jika kita menelan air liur, kelenjar air liur akan memproduksi lagi.

Beberapa cara yang bisa ibu coba untuk membantu: memiijat lembut payudara saat bayi menyusu, pijat oksitosin di punggung ibu dibantu anggota keluarga, menyusui di area yang tenang, menyusui sambil berbaring menyamping, dan perlahan tarik nafas panjang sambil melonggarkan bahu. Hal ini bisa membantu ibu lebih rileks dan tenang, dan berefek positif terhadap LDR dan aliran ASI.

5. Jika Ibu Memerah ASI:

Beberapa Ibu memutuskan untuk memerah ASI karena berbagai alasan. Seperti menyusui, tujuan memerah adalah untuk mengumpulkan ASI saat LDR terjadi/ saat ASI mengalir. Saran yang sama untuk membantu aliran ASI/LDR juga berguna saat memerah ASI.  Beberapa hal yang perlu ibu ketahui jika memerah ASI adalah bahwa “stress fisik” saat ibu berpuasa terkadang dapat membuat aliran ASI sedikit lebih lambat dan ASI hasil perah kadang terlihat sedikit berbeda – kedua hal ini adalah respon tubuh yang wajar terjadi saat berpuasa.

Memerah ASI memberi respon berbeda dibandingkan saat menyusui bayi langsung di payudara, sehingga tambahan sesi memerah terkadang diperlukan saat ibu berpuasa. Beberapa ibu merasa setelah berbuka dan mendapat asupan nutrisi, badan ibu merasa lebih nyaman dan relaks sehingga LDR/aliran ASI menjadi lebih lancar.

6. Lanjutkan Menyusui Malam Hari:

Prolaktin (hormon terkait produksi ASI) secara natural berada pada level paling tinggi pada jam 1-5 dini hari. Melanjutkan menyusui bayi pada jam-jam ini memastikan tubuh ibu mendapat pesan bahwa “bayi memerlukan ASI dan tubuh ibu perlu terus memproduksi ASI untuk memenuhi kebutuhan bayi”. Banyak ibu merasa menyusui bayi dalam posisi berbaring (dengan mengikuti panduan Safe Sleep Seven12,13,14)membantu ibu bisa tetap beristirahat saat menyusuipada malam hari13,14. Meletakkan botol air minum di dekat tempat tidur akan memudahkan akses ibu untuk minum air saat malam hari sebelum waktu sahur tiba.

7. Panduan secara Umum:

Penting bagi Ibu untuk selalu mengamati pertanda yang tubuh ibu rasakan dan peka terhadap kebutuhan bayi. Ibu bisa mengamati BAK dan BAB bayi untuk memastikan bayi mendapat cukup asupan, yaitu warna BAK yang jernih dan tidak berbau, serta BAB berkala dengan konsistensi lembek. Jika BAK bayi secara konsisten sering berwarna lebih pekat dan berbau pesing saat ibu berpuasa, atau jika ibu menyusui merasa pusing/sakit/nyeri kepala/perubahan kesadaran di tengah berpuasa, segerakanlah berbuka, sebaiknya dengan air campuran gula garam atau minuman manis atau cairan rehidrasi, dengan jumlah tidak berlebih. Janganlah merasa bersalah jika ibu perlu membatalkan puasa saat hal ini terjadi, karena kesehatan ibu dan bayi pun penting.

Allah tidak menjadikan puasa Ramadan sebagai beban untuk kita, dan Allah menciptakan Ibu untuk memberikan ASI sebagai sumber nutrisi bagi bayinya. ASI adalah hak yang Allah berikan untuk bayi – Allah Maha Tahu dan karena itulah Allah pun memberikan kemudahan bagi ibu menyusui. Ada banyak ibadah yang masih dapat Ibu lakukan selama Ramadan, jikapun Ibu memutuskan untuk tidak berpuasa karena situasi kesehatan Ibu dan bayi: berzikir, membaca Qur’an, tarawih dan solat sunnah, berzakat, dan berbagai ibadah lainnya. Mengasuh bayi dan anak serta menjaga keluarga juga bagian dari ibadah, terutama jika kita niatkan karena Allah.

Semoga informasi di atas dapat membantu Ibu menyusui mengambil keputusan yang terbaik untuk diri Ibu dan bayi perihal berpuasa, tergantung situasi masing-masing, di bulan Ramadan ini.

Selamat menyambut Ramadan, Ibu. Semoga dilancarkan segala ibadahmu, dan semoga segala berkah dan rahmat Allah selalu tercurah padamu di bulan suci ini.

Penulis:

Inggita Shintowati, IBCLC. MD, MBBS (S.Ked), MHM. Cert IV. Breastfeeding Education (Counselling)

Update artikel terkini 12 Februari 2024.

*Artikel ini juga tersedia di Breastfeeding Advocacy Australia Facts-Sheets FACTS SHEETS (breastfeedingadvocacyaustralia.org)

Artikel di atas berisi informasi panduan secara umum.

Jika anda memerlukan konsultasi laktasi pribadi, silakan membuat PERJANJIAN KONSULTASI disini.

Referensi:

1. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2) verse 233 – Surat Al-Baqarah [2:233] – The Noble Qur’an – القرآن الكريم (quran.com)

2. Al-Qur’an Surah Luqman (31) verse 14 – Surat Luqman – The Noble Qur’an – القرآن الكريم (quran.com)

3. Khosdel, A. Najafi, M. Kheiri, S. Taheri, E. Nasiri, J. Yousofi, H. Jafari, A., (2007). Impact of Maternal Ramadan Fasting on Growth Parameters in Exclusively Breastfed Infants. Iran Journal of Paediatric, 17 (4), 345-352.

4. Bener, A. Galadari, S. Gillett, M. Osman, N. Al-Taneiji, H. Al-Kuwaiti, MHH. Al-Sabosy, MMA., (2001). Fasting during the Holy Month of Ramadan does not Change the Composition of Breast Milk. Nutrition Research, 21 (6), 859-864. https://doi.org/10.1016/s0271-5317(01)00303-7

5. Rakicioglu, N. Samur, G. Topcu, A. Topcu AA. (2006). The effect of Ramadan on Maternal Nutrition and Composition of Breastmilk. Pediatric International. 48 (3), 278-283. https://doi.org/10.1111/j.1442-200X.2006.02204.x

6. Al-Qahtani, AM. Mohamed, H. Ahmed, AM., (2020), Knowledge, attitude, and practice of Saudi women in Najran area towards breastfeeding during Ramadan. Sudanese Journal of Paediatrics. 20 (1), 42-48. https://doi.org/10.24911/sjp.1061569847908

7. Salah, ET. Malik, NME. Hassan, MS. Mohammed, IA. Mohamed, M. Mohamed, MO. Elmadhoun, WM., (2016), How does the Fasting of Ramadan Affect Breast Milk Constituents. Sudan Journal of Medical Sciences. 11(1), 17-22.

8. Ertem, O. Kaynak, G. Kaynak C, Ulukol, B. Gulnar, SB. (2001), Attitudes and practices of Breastfeeding Mothers regarding Fasting in Ramadan. Child Care, Health, and Development. 27(6), 545-554. https://doi.org/10.1046/j.1365- 2214.2001.00226.x

9. Bzikowska-Jura, A. Czerwonogrodzka-Senczyna, A. Oledzka, G. Szostak-Wegierek, D. Weker, H. Wesolowska, A. (2018). Maternal Nutrition and Body Composition during Breastfeeding: Association with Human Milk Composition. Nutrients. 10, 1379, 1-15; https://doi.org/10.3390/nu10101379

10. Aumeistere, L. Ciprovica, I, Zavadska, D. Andersons, J. Volkovs, V. Celmalniece, K. (2019). Impact of Maternal Diet on Human Milk Composition among Lactating Women in Latvia. Medicina.55, 173, 1-12. https://doi.org/10.3390/medicina55050173

11. World Health Organization. (n.d.). WHO EMRO | Eat healthy throughout all your life | Nutrition site. World Health Organization – Regional Office for the Eastern Mediterranean. http://www.emro.who.int/nutrition/healthy-eating/index.html#ramadan

12. Red Nose Australia (2021).   Co-sleeping with your baby | Red Nose Australia https://rednose.org.au/downloads/CosleepingGuideforParents_ Mar21.pdf

13. Blair, PS. Ball, HL. McKenna, JJ. Feldman-Winter, L. Marinelli, KA. Bartick, MC. (2020). Bedsharing and Breastfeeding: The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol #6, Revision 2019, Breastfeeding Medicine ABM Protocol, 15(1), p.5-16; https://doi.org/10.1089/bfm.2019.29144.psb

14. Zimmerman, D., Bartick, M., Feldman-Winter, L., Ball, H.L. (2023). Physiological Infant Care – Managing Nighttime Breastfeeding in Young Infants: The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol #37, 2023. Breastfeeding Medicine, 18 (3), 169-167 +attachment. https://doi.org/10.1089/bfm.2023.29236.abm

Leave a Comment